Senin, 31 Desember 2012

Laporan Analisis Bahan Makanan "Susu"


LAPORAN PRAKTIKUM
ANALISIS BAHAN MAKANAN  
                                                 


PERCOBAAN XIV
SUSU


NAMA                        : RAHMAH. S
NIM                            : K211 11 259
KELOMPOK             : I (SATU)
TGL. PERCOBAAN : 10 NOVEMBER 2012
ASISTEN                   : KARTINI







LABORATORIUM TERPADU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Di zaman kolonial dulu, susu adalah minuman yang hanya dikonsumsi oleh orang belanda. Sehingga ada anekdot yang mengatakan, kalau mau jadi orang yang berkuasa, minumlah susu. Sementara itu di awal tahun 1950-an Prof. Poorwo Sudarmo mencetuskan Empat Sehat Lima Sempurna yang menempatkan susu pada urutan terakhir. Orang awam pun akhirnya beranggapan bahwa susunan hidangan kita menjadi tidak sempurna tanpa hidangan susu (Khomsan, 2004).
Susu adalah cairan yang dihasilkan oleh kelenjar susu (mammae) baik dari binatang maupun dari seorang ibu. Air susu ibu dikenal dengan ASI, sedangkan susu hewan atau susu tiruan sebagai pengganti susu ibu disebut PASI (Pengganti Air Susu Ibu). Dalam hal sehari-hari air susu atau susu adalah air susu sapi (Muchtadi, dkk., 2010).
Susu memiliki aroma yang ringan dan umumnya dapat diterima orang-orang di wilayah perkotaan. Di pedesaan, sebagian penduduk memang menolak untuk minum susu dengan alasan berbau amis dan tidak biasa. Namun susu dengan nilai gizinya tinggi merupakan makanan penting bagi mereka yang dalam keadaan sakit (Beck, 1993).
Pada dasarnya, pemberian makanan yang beragam amat dianjurkan. Karena, tidak ada satu pun jenis makanan yang lengkap kandungan gizinya yang bisa memenuhi kebutuhan hidup seseorang. Susu adalah makanan pertama yang dikenal seorang anak. Bila Air Susu Ibu (ASI) sudah tidak keluar, naka sebagai gantinya adalah susu sapi atau susu formula. Seorang anak yang minum susu berlebih berisiko mengalami kurang gizi. Anak yang mengkonsumsi susu berlebih, perutnya kan merasa kenyang, sehingga ia menolak makanan yang lain. Untuk anak-anak, konsumsi saja tidak akan mencukupi kebutuhan gizinya (Khomsan, 2004).
Berdasarkan   teori-teori   di atas,  untuk   mempelajari   lebih   rinci  lagi
mengenai susu dan yang berkaitan dengan susu maka dilakukan percobaan ini mengenai hal-hal yang berhubungan dengan susu, kandungan yang ada dalam susu dan sebagainya.

I.2 Tujuan Percobaan
       Adapun tujuan dari praktikum ini adalah :
1. Untuk mengetahui jenis susu.
2. Untuk mengetahui kualitas susu pasteurisasi dan susu kental manis.
3. Untuk mengetahui hasil olahan susu pasteurisasi dan susu kental manis secacara organoleptik dan tanda-tanda kerusakan pada hasil olahannya.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
       Susu adalah suatu sekresi yang komposisinya sangat berbeda dari komposisi darah yang merupakan asal susu. Misalnya lemak susu, casein, laktosa yang disintesa oleh alveoli dalam kambing, tidak terdapat di tempat lain manapun dalam tubuh sapi (Muchtadi, dkk., 2010)
       Susu adalah makanan pertama yang dikenal seorang bayi lewat ASI. Masyarakat sudah menganggap bahwa kualitas ASI lebih unggul daripada susu sapi, susu formula, dan susu bubuk. Bahkan sekarang kita juga mulai mengenal susu non hewani, yang terbuat dari bahan baku kedelai (Khomsan, 2004).
       Warna susu putih kebiru-biruan disebabkan oleh pemantulan cahaya oleh globula lemak yang terdispersi, kalsium kaseinat, dan koloidal. Susu yang lemaknya telah dihilangkan atau yang kadar lemaknya rendah warna kebiru-biruan lebih nampak. Warna karoten yang menyebabkan warna kuning susu, pada hewan yang memproduksi yang berwarna kuning pada susu juga mempunyai warna yang sangat tinggi dalam lemak. Lactochrome atau ribovlafin terdapat pada larutan susu terlihat pada whey yang memperlihatkan warna kehijau-hijauan, pada susu normal warna ini tertutup oleh unsur susu (Muchtadi, dkk., 2010).
       Walaupun tanpa pemberian suatu apapun, rasa susu sedikit manis, dengan aroma agak harum serta berbau susu. Bau khas susu akan hilang atau berkurang apabila susu dipanaskan atau dibiarkan pada tempat yang kena udara. Di samping itu, susu merupakan dua lapisan yang dapat dipisahakan yaitu kepala susu dan skim. Bagian paling atas dari susu adalah krim yang beratnya lebih ringan dari skim dan krim akan tampak jelas pada susu yang baru diperah dan dibiarkan 20-30 menit (Sirajuddin, dkk., 2012).
       Dipandang dari segi gizi, susu merupakan bahan makanan yang hampir sempurna dan merupakan makanan alamiah bagi binatang menyusui yang baru lahir, dimana susu merupakan satu-satunya sumber makanan pemberi kehidupan segera sesudah kelahiran. Susu didefinisikan sebagai sekresi dari kelenjar susu binatang yang menyusui anaknya (mamalia) (Muchtadi, dkk., 2010).
       Pada dasarnya semua jenis mamalia termasuk manusia, mampu menghasilkan
susu melalui kelenjar mammae. Secara umum, susu mamalia ini dapat dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu susu kaya dan susu miskin. Yang dimaksud susu kaya adalah susu yang mengandung kadar lemak dan protein tinggi, misalnya susu ikan paus, kelinci, dan anjing laut. Sedangkan susu miskin adalah susu yang mengandung kadar lemak dan protein relatif lebih rendah, misalnya susu sapi, kambing, domba, kuda, kerbau, dan manusia. Perbedaan komposisi ini menunjukkan adanya perbedaan tahap perkembangan anak pada waktu kelahiran. Anak ikan paus, kelinci dan anjing laut banyak membutuhkan protein dan lemak sesudah kelahirannya untuk pertumbuhan dibandingkan anak sapi, kambing, atau domba (Muchtadi, dkk., 2010).
Susu yang diminum manusia berasal dari hewan menyusui, khususnya sapi atau kambing. Semua jenis susu mempunyai komposisi yang saling menyerupai, tetapi proporsi kontituennya berbeda-beda menurut spesies hewan yang mengahasilkan susu itu. Susu sapi merupakan jenis susu segar yang lazim diminum di Indonesia (Beck, 1993).
Meskipun terdapat banyak jenis hewan yang dapat menghasilkan susu, hanya beberapa hewan saja yang susunya dimanfaatkan untuk konsumsi manusia. Setelah susu manusia (ASI), susu yang paling umum dikonsumsi manusia adalah susu sapi, kambing/domba (Muchtadi, dkk., 2010).
Lemak atau lipid terdapat di dalam susu dalam bentuk jutaan bola kecil yang bergaris tengah antara 1-20 mikron dengan garis tengah rata-rata 3 mikron. Biasanya terdapat kira-kira 1.000 x 106 butiran lemak dalam setiap ml susu. Butiran-butiran ini mempunyai daerah permukaan yang luas dan hal tersebut menyebabkan susu mudah dan cepat menyerap flavor asing. Butiran-butiran ini mempertahankan keutuhannya, karena pertama tegangan permukaan yang disebabkan oleh ukurannya yang kecil dan kedua karena adanya suatu lapisan tipis (membran) yang membungkus butiran tersebut, yang terdiri dari protein dan fosfolipid. Pembungkusan tipis ini mencegah butiran lemak untuk bergabung dan membentuk butiran yang lebih besar. Kalau didiamkan, butiran-butiran lemak ini biasanya akan muncul ke permukaan susu untuk membentuk lapisan/krim. Bila susu atau krim diaduk secara mekanis, lapisan tipis sekeliling masing-masing butiran akan pecah, sehingga butiran-butiran itu sekarang dapat bergabung membentuk masa lemak yang terpisah dari bagian susu yang lain. Selain protein, vitamin A, zat warna karoten, enzim-enzim tertentu seperti fosfatase, fosfolipid seperti resitin, dan sterol, kolesterol juta berada pada lapisan tipis lemak susu. Kira-kira 98-99% dari lemak susu berbentuk trigliserida di mana tiga molekul asam lemak diesterifikasikan terhadap gliserol. Monogliserida dan digliserida berisi satu atau dua asam lemak yang dihubungkan pada gliserol dan jumlahnya di dalam susu, dapat mencapai kira-kira 0,5% digliserida dan 0,04% monogliserida (Buckle, dkk., 1985).
       Susu adalah salah satu dari beberapa makanan yang paling bergizi. Konstituen penting yang diberikan (Beck, 1993):
1.    Protein, terutama kasein dan laktalbumin; protein susu memberikan asam amino esensial dengan perbandingan yang sangat tepat bagi pembangunan jaringan tubuh.
2.    Hidrat arang, dalam bentuk laksota dan gula susu.
3.    Lemak, dalam bentuk teremulsi halus.
4.    Kalsium dan fosfor, dalam keadaan yang mudah diserap.
5.    Vitamin A, dalam jumlah yang banyak kalau sapi perahnya memakan pakan ternak hijau yang kaya akan karoten.
6.    Vitamin B kompleks, khususnya riboflavin.
       Mineral susu mengandung potasium, kalsium, magnesium, klorida, fosfor, sulfur dalam jumlah yang relatif besar. Besi, tembaga, aluminium, mangan kobalt dan yodium terdapat dalam jumlah kecil. Silikon, boron, titanium, vanadium, rubidium, litium, strontium, terdapat dalam jumlah yang sangat kecil. Unsur mineral membantu menaikkan suhu pada susu, sangat penting hubungannya terhadap kestabilan susu terhadap panas (Muchtadi, dkk., 2010).
       Susu mengandung bermacam-macam unsur yang sebagian besar terdiri dari zat makanan yang juga diperlukan bagi pertumbuhan bakteri. Oleh karenanya, pertumbuhan bakteri dalam susu sangat cepat, pada suhu yang sesuai (Buckle, dkk., 1985).
       Sebagai bahan pangan, susu dapat digunakan baik dalam bentuk aslinya sebagai satu kesatuan, maupun dari bagian-bagiannya. Banyak sekali problem-problem yang dihadapi dalam pengolahan, penyimpanan, dan penggunaan air susu. Problem-problem tersebut dapat dipecahkan terutama bila kita mengetahui secara mendalam susunan kimianya dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perubahannya, mulai dari makanan sampai pada penanganan susu tersebut. Berdasarkan hal tersebut di ini, perlu kiranya untuk mengetahui lebih mendalam tentang susu mulai dari pemberian makanan, penanganan maupun komponen-komponen yang terkandung di dalam susu, sehingga problema-problema tersebut dapat dipecahkan (Muchtadi, dkk., 2010). 
       Faktor yang mempengaruhi rasa dan bau susu abnormal antara lain yaitu (Muchtadi, dkk., 2010):
1.    Dari sapi itu sendiri, terganggunya fisik maka rasa yang tidak disukai akan ikut ke dalam susu.
2.    Dari makanan yang diberikan, bau tersebut diserap oleh darah dan ikut masuk ke dalam susu.
3.    Dari lingkungan akibat membiarkan susu di udara terbuka.
4.    Dekomposisi unsur-unsur susu akibat pertumbuhan bakteri mikro organisme lainnya, misalnya penguraian laktosa menjadi asam laktat yang menyebabkan bau asam.
5.    Dari benda-benda asing yang terdapat dalam susu seperti pemalsuan.
6.    Perubahan-perubahan kimiawi yang berhubungan erat dengan oksidasi.
Setelah pemerahan, susu akan mengalami perubahan fisik dan mikrobiologi, yang diikuti dengan perubahan kimia (Muchtadi, dkk., 2010):
1.    Perubahan Fisik
       Susu yang baru diperah mempunyai suhu sekitar suhu tubuh/ambing. Setelah pemerahan, suhu susu berangsur-angsur turun mendekati suhu kamar yang lebih rendah. Penurunan suhu ini mengakibatkan konsistensi lemak susu menjadi lebih padat. Karena berat jenis lemak yang padat lebih besar daripada lemak cair, maka berat jenis susu akan meningkat dari saat pemerahan dan mencapai maksimum pada 12 jam sesudah pemerahan. Di samping itu, meningkatnya berat jenis susu juga disebabkan oleh menguapnya gas-gas dari susu seperti CO2 dan N2.
Perubahan fisik lain yang dapat kita lihat adalah terbentuknya lapisan lemak atau krim di permukaan susu. Globula-globula lemak bergerak ke permukaan dan membentuk suatu lapisan. Lapisan lemak pada wadah-wadah yang besar dapat mencapai ketebalan 6-8 inci atau 15-20 cm.
2.    Perubahan Mikrobiologi
Susu merupakan medium yang baik sekali bagi pertumbuhan mikroorganisme. Jika sesudah pemerahan susu dibiarkan begitu saja tidak ditangani dengan baik (misalnya dengan pendinginan/pemanasan), maka pertumbuhan mikroorganisme pada susu akan cepat sekali, yang dapat mengakibatkan:
a.    Pengasaman dan penggumpalan, yang disebabkan karena fermentasi lactose menjadi asam laktat yang menyebabkan penurunan pH dan kemungkinan terjadinya penggumpalan casein.
b.    Berlendir seperti tali yang disebabkan karena terjadinya pengentalan dan pembentukan lender sebagai akibat pengeluaran bahan seperti kapsul dan bergetah oleh beberapa jenis bakteri.
c.    Penggumpalan susu yang timbul tanpa penurunan pH. Hal ini disebabkan oleh bakteri seperti Bacillus cereus yang menghasilkan enzim yang mencerna lapisan tipis fosfolipid di sekitar butir-butir lemak dan dengan demikian kemungkinan butir-butir lemak itu menyatu membentuk suatu gumpalan yang timbul ke permukaan susu. Di samping itu, pertumbuhan mikroba pada susu juga dapat menyebabkan bau busuk (hasil penguraian protein), ketengikan (hasil penguraian lemak), pembentukan gas atau pembentukan pigmen.
3.    Perubahan Kimia
Perubahan kimia susu sesudah pemerahan berhubungan erat dengan perubahan mikrobiologinya, antara lain perubahan asiditas (pH), perubahan komposisi kimia, pembentukan senyawa-senyawa volatil/sederhana serta perubahan potensial oksidasi-reduksi.
BAB III
METODE PERCOBAAN

III.1  Alat dan Bahan
III.1.1 Jenis Susu
       Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah pipet tetes.
       Adapun bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah susu kental manis, susu pasteurisasi, susu yoghurt, sabun (untuk mencuci), dan tissu.

III.1.2 Kualitas Susu
1.    Uji Reduktase
       Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah penangas air, pengukur waktu, pipet 10 ml steril, pipet tetes 1 ml steril, tabung reaksi, spatula, dan gelas kimia.
       Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah susu kental manis, susu pasteurisasi, larutan biru metilen, gabus penutup tabung reaksi, sabun (untuk mencuci), dan tissu.
2.    Uji Alkohol
       Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah pipet tetes 2 ml steril dan tabung reaksi.
       Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah susu kental manis, susu pasteurisasi, alkohol 50%, alkohol 70%, alkohol 96%, sabun (untuk mencuci), dan tissu.

III.1.3 Pengamatan Hasil Olahan Susu
       Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah cawan petri, gelas kimia dan spatula.
       Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah air, keju, susu bubuk, sabun (untuk mencuci), dan tissu.

III.2  Prosedur Percobaan
III.2.1 Jenis Susu
1.    Diamati warna susunya.
2.    Dicicipi rasa susu tersebut.
3.    Dicium bau susunya.
4.    Dicatat hasil pengamatan.

III.2.1 Kualitas Susu
1.    Uji Reduktase
1.    Dimasukkan 10 ml susu pada tabung reaksi bertutup dan di tempatkan pada penangas air bersuhu 37˚C selama 2 jam.
2.    Setelah susu suhu stabil, dimasukkan larutan metilen biru pada tabung reaksi tersebut sebanyak 1 ml.
3.    Tabung reaksi ditutup dan dibalik perlahan agar metilen biru tercampur rata.
4.    Waktu mulai dihitung pada saat penambahan larutan metilen biru.
5.    Apabila 4/5 bagian campuran sudah memucat atau warnanya lenyap, maka pengujian sudah selesai dan waktunya dicatat.
2.    Uji Alkohol
1.    Dimasukkan dalam tabung reaksi 2 ml susu dan 2 ml alkohol 50%, alkohol 70%, dan alkohol 96%.
2.    Bila susu terkoagulasi pada alkohol 50% berarti susu tersebut sudah rusak. Bila susu terkoagulasi pada alkohol 70% berarti susu tersebut sudah mulai rusak dan bila susu terkoagulasi pada alkohol 96% berarti susu tersebut masih baik.

III.2.3 Pengamatan Hasil Olahan Susu
1.    Dilakukan pengujian secara organoleptik meliputi warna, bau, rasa, dan aroma.
2.    Dikenali   tanda-tanda   kerusakan  dari  hasil  olahan tersebut dan
dijelaskan faktor-faktor penyebab terjadinya kerusakan pada produk olahan susu.
3.    Diuji secara subyektif hasil pengenceran susu bubuk sesuai dengan takaran yang tercantum pada daftar.




















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Percobaan
IV.1.1 Tabel Pengamatan
IV.1.1.1 Pengamatan Jenis Susu
Sampel
Warna
Rasa
Bau
Susu pasteurisasi
Krem muda
Tawar, gurih
Khas bau susu
Susu kental manis
Kuning muda
Manis
Manis khas bau susu


IV.1.1.2 Kualitas Susu
1.      Uji Reduktase
Sampel
Hasil pengamatan
Susu kental manis
Berubah jadi putih di atas 8 jam
Susu pasteurisasi
Berubah jadi putih di atas 8 jam

2.      Uji Alkohol

Sampel
Hasil pengamatan
Alkohol 50%
Alkohol 70%
Alkohol 96%
Susu kental

-

-
Terkoagulasi
Susu pasteurisasi

-

-
Terkoagulasi

IV.1.1.3 Pengamatan Hasil Olahan Susu
1.    Pengujian Secara Organoleptik
Sampel
Warna
Rasa
Bau
Keju
Kuning muda
Asin gurih
Khas keju
Susu bubuk
Kuning muda
Manis gurih
Khas susu
Yoghurt
Putih tulang
Kecut manis
Agak asam

2.    Uji Kerusakan
Sampel
Hasil pengamatan
Keju
Tersegel  
Susu bubuk
Tersegel
Yoghurt
Tersegel

3.    Uji Secara Subjektif
Sampel
Takaran
(gr)
Air  (ml)
Berat susu (gr)
Hasil pengamatan
Warna
Rasa
Bau
Susu bubuk
27
185
198,81
Putih tulang
Agak gurih
Khas susu

IV.1.2 Gambar Hasil
IV.1.2.1 Jenis Susu
Susu kental manis & Pasteuriasasi
Susu Pasteurisasi
Susu Kental manis
                                                         


IV.1.2.2 Kualitas Susu
1.   Uji Redukatase

2.        Uji Alkohol


IV.1.2.3 Hasil Olahan
        
Susu bubuk
Keju
Yoghurt
 


            
Susu bubuk yang diencerkan sesuai takaran pada kemasan
Tersegel: tidak ada tanda kerusakan
 






IV.2  Pembahasan
IV.2.1 Uji Pengamatan Jenis Susu        
       Pada percobaan ini dilakukan pengamatan terhadap sifat organoleptik dari susu yakni dengan mengamati warna, rasa, dan baunya. Dari sifat ini kita bisa mengetahui jenis susu yang diamati. Dimana diperoleh data bahwa susu pasteurisasi berwarna krem muda, rasanya tawar dan gurih, dan baunya khas susu. Sedangkan susu kental manis berwarna kuning muda, rasanya manis serta berbau manis khas susu.
Menurut teori yang ada, warna susu berkisar dari putih kebiruan sampai kuning keemasan, bergantung jenis hewan, pakan dan jumlah lemak/padatan dalam susu. Dalam jumlah besar, susu tampak keruh (opaque). Dalam bentuk lapisan tipis, susu tampak sedikit transparan. Susu dengan kadar lemak rendah atau susu yang sudah dipisahkan lemaknya berwarna kebiru-biruan.
Warna putih susu merupakan refleksi cahaya oleh globula lemak, kalsium kaseinat, dan koloid fosfat. Karoten adalah pigmen yang menyebabkan warna kuning susu. Karoten susu berasal dari pakan kehijauan. Ketajaman warna karoten tergantung dari jumlah pigmen dalam darah yang disekresi bersama-sama susu. Karoten yang terdapat dalam susu, secara kimia identik dengan yang terdapat pada tanaman.
Warna kuning susu sangat dipengaruhi oleh pakan. Pakan yang tinggi kadar karotennya, misalnya wortel dan hijauan menyebabkan warna susu lebih kuning dari pada pakan jagung putih atau oat yang berkadar karoten rendah.
Pigmen lain yang terdapat dalam susu adalah laktorom atau ribovlafin. Pigmen ini terlarut dalam susu, tetapi hanya tampak pada bagian whey dan menyebabkan warna kehijauan. Dalam susu yang normal, warna ribovlafin tertutup oleh komponen yang lain.
       Susu segar dan normal berasa agak manis dan mempunyai aroma yang spesifik. Aroma susu lenyap jika susu didiamkan beberapa jam atau susu didinginkan. Citarasa susu berhubungan dengan kandungan laktosa tinggi dan kadar klorida relatif rendah. Susu dengan kandungan laktosa rendah tetapi kadar klorida tinggi menyebabkan citarasa susu menjadi asin. Susu sapi yang dihasilkan pada akhir masa laktasi biasanya berasa asin.

IV.2.2 Uji Pengamatan Kualitas Susu
       Pada pengamatan ini yakni menguji kualitas susu. Dimana dalam pengujian ini kita menggunakan dua jenis uji yakni uji reduktase dan uji alkohol.
1.      Uji Reduktase
       Pada percobaan ini, ingin diketahui mutu susu secara obyektif   dengan penambahan larutan biru metilen. Uji ini dikenal juga sebagai reduksi biru metilen (Methylen Reduction Test). Penggunaan uji ini adalah untuk menilai mutu susu berdasarkan jumlah bakteri dalam susu. Dalam uji ini, digunakan metilen yang menjadi tidak berwarna karena direduksi oleh enzim reduktase.
       Pada uji reduktase susu pasteurisasi dan susu ketal manis diperoleh hasil bahwa susu pasteurisasi dan susu kental manis berubah menjadi warna putih setelah di atas 8 jam.
       Menurut teori yang ada, jika waktu yang diperlukan susu yang telah tercampur dengan biru metilen berubah menjadi putih lebih dari 8 jam, maka mutu susu sangat baik, dengan rata-rata jumlah bakteri yakni kurang dari 500.000 per ml susu. Jika mutu susu baik, maka ia memerlukan setidaknya 6-8 jam untuk menjadi putih (setelah tercampur dengan larutan biru metilen), dengan rata-rata jumlah bakteri sekitar 1 juta-4 juta per ml susu.   
       Apabila mutu susu agak baik, maka waktu yang diperlukan untuk berubah menjadi putih setelah dicampurkan dengan larutan biru metilen kira-kira 2-6 jam, di mana rata-rata jumlah bakteri pada susu tersebut ialah 4 juta-20 juta setiap ml-nya. Sedangkan jika mutu susu sudah jelek, maka ia hanya memerlukan waktu kurang dari 2 jam untuk berubah menjadi putih (setelah dicampur dengan larutan biru metilen), dengan rata-rata jumlah bakteri lebih dari 20 juta per ml susu.
       Berdasarkan pemaparan teori di atas, dapat kita simpulkan bahwa kualitas susu yang di amati dari hasil uji reduktase keduanya masih segar yang di tandai dengan waktu yang dibutuhkan susu pasteurisasi dan susu kental manis unntuk berubah menjadi warna putih dengan penambahan metilen  biru di atas 8 jam.
2.      Uji Alkohol
       Pada percobaan ini, ingin diketahui mutu susu secara obyektif dengan penambahan alkohol dengan konsentrasi yang berbeda-beda terhadap beberapa sampel yang sama.
       Pada uji alkohol susu kental manis dan susu pasteurisasi tidak terkoagulasi saat penambahan alkohol 50% dan 70%, susu kental manis dan susu pateurisasi terkoagulasi atau mengalami penggumpalan saat penambahan alkohol 96%.
       Menurut teori yang ada, susu yang mengandung lebih dari 0,21% asam atau kalsium dan magnesium dalam jumlah tinggi, akan terkoagulasi dengan penambahan alkohol. Kenyataan ini menjadi dasar uji alkohol untuk menentukan kualitas susu. Koagulasi susu oleh alkohol juga disebabkan oleh faktor lain, misalnya adanya penyakit pada ambing, kolostrum, dan ranin yang dihasilkan oleh mikroba.
       Berdasarkan paparan teori di atas dapat kita simpulkan bahwa pada   pengamatan   kualitas  susu  dengan  uji  alkohol ini
mutu susu yang digunakan masih sangat baik.

IV.2.3 Pengamatan Hasil Olahan Susu
       Pada pengamatan ini dilakukan pengamatan secara organoleptik pada hasil olahan susu meliputi warna, bau, dan rasa, tanda-tanda kerusakannya dan pengamatan secara subjektif dengan melihat berat susu, warna, rasa dan aroma setelah dicampurkan kedalam air. Adapun hasil olahan susu yang diamati ialah keju, susu bubuk dan yoghurt.
1.        Pengamatan Secara Organoleptik
       Pada pengamatan hasil olahan susu pada keju terlihat bahwa warna keju kuning muda, rasanya asin gurih, dan baunya khas keju, pada susu bubuk warnanya kuning muda, rasanya manis gurih dan baunyakhas susu, sedangkan pada yoghurt warnanya putih tulang, rasanya kecut manis dan baunya agak asam.    
       Banyak pigmen yang terdapat dalam susu diantaranya pigmen karoten, globulin,  riboflavin, dan laktoran. Pigmen- pigmen ini menentukan warna susu. Dimana warna putih pada susu merupakan refleksi cahaya oleh globulin, lemak, kalsium, kaseinat, dan kolid fosfat. Karoten sendiri adalah pigmen yang menyebabkan warna kuning pada susu. Sedangkan pigmen laktoran dan riboflavin adalah pigmen yang larut dalam susu tetapi hanya nampak   pada   bagian  whey  dan   menyebabkan warna kehijauan. Dimana dalam susu normal, warna riboflavin tertutup komponen lainnya.
2.        Uji Kerusakan
       Pada pengamatan tanda-tanda kerusakan pada pengamatan hasil olahan susu, diperoleh hasil bahwa semua hasil olahan susu yang diamati dalam keadaan baik karena semuanya masih tersegel.

3.        Pengamatan Secara Subjektif
       Pada pengamatan secara subjektif terhadap hasil olahan susu diperoleh hasil bahwa susu bubuk yang dijadikan sampel disini takarannya 27 gr, air 185 ml, berat susu 198,81 gram dan warnanya putih tulang, rasanya agak gurih dan baunya khas bau susu.
  
      


BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan
       Adapun kesimpulan dari percobaan ini adalah:
1.         Pada pengamatan jenis susu, terlihat susu berasal dari hewan sapi, dimana pada warna berwarna krem dan kuning muda, dengan rasa tawar, gurih pada susus pasteurisasi dan manis pada susu kental manis dan beraroma khas susu. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa pada susu yang diamati mengandung lemak yang cukup tinggi.
2.         Pada pengamatan kualitas susu, yakni pada uji reduktase dengan menggunakan larutan biru metilen terlihat bahwa susu menjadi putih pada waktu sekitar 8 jam yang menandakan mutu susu masih  bagus. Pada uji alkohol, dengan menggunakan susu kental manis dan susu pasteurisasi serta alkohol 50%, 70%, dan 96% hasil yang didapatkan yaitu pada susu kental manis dan susu pasteurisasi terkoagulasi pada alkohol 96% yang menandakan kualitas kedua jenis susu ini masih dalam keadaan baik.
3.         Pada hasil olahan susu pada keju, susu bubuk dan yoghurt terlihat bahwa pada pengamatan organoleptik, keju dan susu bubuk memiliki kemiripan dalam warna dan aroma karena keduanya dari jenis hewan yang sama, yakni dari susu sapi, pada yoghurt warnanya putih tulang, aromanya agak asam. Sedangkan pada rasa, susu lebih manis, keju lebih terasa asin dan yoghurt kecut manis. Kemudian pada keju, susu bubuk dan yoghurt juga tidak terdapat tanda-tanda kerusakan yang menandakan bahwa keju, yoghurt dan susu bubuk tersebut masih dalam keadaan baik untuk dikonsumsi karena semuanya masih tersegel. Sedangkan pada pengamatan secara subjektif pada hasil olahan susu diperoleh hasil bahwa susu bubuk yang dijadikan sampel disini takarannya 27 gr, air 185 ml, berat  susu  198,81  gram  dan  warnanya putih  tulang,  rasanya  agak
gurih dan baunya khas bau susu.
V.2  Saran
1.         Untuk Praktikum
       Sebaiknya alat di lengkapi lebih dari satu, agar praktikan tidak antri untuk menggunakan alat.
2.         Untuk Laboratorium
       Ruangan yang digunakan terlalu sempit untuk melakukan percobaan semua kelompok, sehingga diperlukan ruangan yang lebih besar atau dipisahkan perkelompok satu ruangan. Keran air juga sebaiknya sesegera mungkin diperbaiki agar praktikan tidak kesulitan saat ingin membersihkan alat.





















DAFTAR PUSTAKA

Beck, Mary E. 1993. Ilmu Gizi dan Diet. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica.
                                                                                        
Buckle, K.A., dkk. 1985. Ilmu Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia.

Khosman, Ali, Prof. Dr. Ir. 2004. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Muchtadi, Tien R. Prof. Dr. Ir. M.S, dkk. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor: Alfabeta, CV.

Sirajuddin, Saifuddin. Dr. MS, dkk. 2012. Pedoman Praktikum Analisis Bahan Makanan. Makassar: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar