LAPORAN
PRAKTIKUM
ANALISIS BAHAN MAKANAN
PERCOBAAN XIV
SUSU
NAMA : RAHMAH. S
NIM : K211 11 259
KELOMPOK : I (SATU)
TGL.
PERCOBAAN : 10 NOVEMBER 2012
ASISTEN : KARTINI
LABORATORIUM
TERPADU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS
KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS
HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
BAB
I
PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang
Di zaman kolonial dulu, susu adalah minuman yang
hanya dikonsumsi oleh orang belanda. Sehingga ada anekdot yang mengatakan,
kalau mau jadi orang yang berkuasa, minumlah susu. Sementara itu di awal tahun
1950-an Prof. Poorwo Sudarmo mencetuskan Empat Sehat Lima Sempurna yang
menempatkan susu pada urutan terakhir. Orang awam pun akhirnya beranggapan
bahwa susunan hidangan kita menjadi tidak sempurna tanpa hidangan susu (Khomsan,
2004).
Susu adalah cairan yang dihasilkan oleh kelenjar
susu (mammae) baik dari binatang
maupun dari seorang ibu. Air susu ibu dikenal dengan ASI, sedangkan susu hewan
atau susu tiruan sebagai pengganti susu ibu disebut PASI (Pengganti Air Susu
Ibu). Dalam hal sehari-hari air susu atau susu adalah air susu sapi (Muchtadi,
dkk., 2010).
Susu memiliki aroma yang ringan dan umumnya dapat
diterima orang-orang di wilayah perkotaan. Di pedesaan, sebagian penduduk
memang menolak untuk minum susu dengan alasan berbau amis dan tidak biasa.
Namun susu dengan nilai gizinya tinggi merupakan makanan penting bagi mereka
yang dalam keadaan sakit (Beck, 1993).
Pada
dasarnya, pemberian makanan yang beragam amat dianjurkan. Karena, tidak ada
satu pun jenis makanan yang lengkap kandungan gizinya yang bisa memenuhi
kebutuhan hidup seseorang. Susu adalah makanan pertama yang dikenal seorang
anak. Bila Air Susu Ibu (ASI) sudah tidak keluar, naka sebagai gantinya adalah
susu sapi atau susu formula. Seorang anak yang minum susu berlebih berisiko
mengalami kurang gizi. Anak yang mengkonsumsi susu berlebih, perutnya kan
merasa kenyang, sehingga ia menolak makanan yang lain. Untuk anak-anak,
konsumsi saja tidak akan mencukupi kebutuhan gizinya (Khomsan, 2004).
Berdasarkan teori-teori di atas, untuk mempelajari
lebih
rinci lagi
mengenai susu dan yang berkaitan dengan susu maka
dilakukan percobaan ini mengenai hal-hal yang berhubungan dengan susu, kandungan yang ada dalam susu dan sebagainya.
I.2
Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah
:
1. Untuk mengetahui jenis susu.
2. Untuk mengetahui kualitas susu pasteurisasi dan
susu kental manis.
3. Untuk mengetahui hasil olahan susu pasteurisasi
dan susu kental manis secacara organoleptik dan tanda-tanda kerusakan pada
hasil olahannya.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Susu adalah suatu
sekresi yang komposisinya sangat berbeda dari komposisi darah yang merupakan
asal susu. Misalnya lemak susu, casein,
laktosa yang disintesa oleh alveoli
dalam kambing, tidak terdapat di tempat lain manapun dalam tubuh sapi (Muchtadi,
dkk., 2010)
Susu adalah makanan pertama yang dikenal
seorang bayi lewat ASI. Masyarakat sudah menganggap bahwa kualitas ASI lebih
unggul daripada susu sapi, susu formula, dan susu bubuk. Bahkan sekarang kita
juga mulai mengenal susu non hewani, yang terbuat dari bahan baku kedelai
(Khomsan, 2004).
Warna susu putih kebiru-biruan
disebabkan oleh pemantulan cahaya oleh globula lemak yang terdispersi, kalsium
kaseinat, dan koloidal. Susu yang lemaknya telah dihilangkan atau yang kadar
lemaknya rendah warna kebiru-biruan lebih nampak. Warna karoten yang
menyebabkan warna kuning susu, pada hewan yang memproduksi yang berwarna kuning
pada susu juga mempunyai warna yang sangat tinggi dalam lemak. Lactochrome atau ribovlafin terdapat
pada larutan susu terlihat pada whey
yang memperlihatkan warna kehijau-hijauan, pada susu normal warna ini tertutup
oleh unsur susu (Muchtadi, dkk., 2010).
Walaupun tanpa pemberian suatu apapun,
rasa susu sedikit manis, dengan aroma agak harum serta berbau susu. Bau khas
susu akan hilang atau berkurang apabila susu dipanaskan atau dibiarkan pada
tempat yang kena udara. Di samping itu, susu merupakan dua lapisan yang dapat
dipisahakan yaitu kepala susu dan skim. Bagian paling atas dari susu adalah
krim yang beratnya lebih ringan dari skim dan krim akan tampak jelas pada susu
yang baru diperah dan dibiarkan 20-30 menit (Sirajuddin, dkk.,
2012).
Dipandang dari segi gizi, susu merupakan
bahan makanan yang hampir sempurna dan merupakan makanan alamiah bagi binatang
menyusui yang baru lahir, dimana susu merupakan satu-satunya sumber makanan
pemberi kehidupan segera sesudah kelahiran. Susu didefinisikan sebagai sekresi
dari kelenjar susu binatang yang menyusui anaknya (mamalia) (Muchtadi,
dkk., 2010).
Pada dasarnya semua jenis mamalia
termasuk manusia, mampu menghasilkan
susu melalui
kelenjar mammae. Secara umum, susu
mamalia ini dapat dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu susu kaya dan susu
miskin. Yang dimaksud susu kaya adalah susu yang mengandung kadar lemak dan
protein tinggi, misalnya susu ikan paus, kelinci, dan anjing laut. Sedangkan
susu miskin adalah susu yang mengandung kadar lemak dan protein relatif lebih
rendah, misalnya susu sapi, kambing, domba, kuda, kerbau, dan manusia. Perbedaan
komposisi ini menunjukkan adanya perbedaan tahap perkembangan anak pada waktu
kelahiran. Anak ikan paus, kelinci dan anjing laut banyak membutuhkan protein
dan lemak sesudah kelahirannya untuk pertumbuhan dibandingkan anak sapi,
kambing, atau domba (Muchtadi, dkk., 2010).
Susu yang diminum manusia berasal dari hewan menyusui, khususnya sapi
atau kambing. Semua jenis susu mempunyai komposisi yang saling menyerupai,
tetapi proporsi kontituennya berbeda-beda menurut spesies hewan yang
mengahasilkan susu itu. Susu sapi merupakan jenis susu segar yang lazim diminum
di Indonesia (Beck, 1993).
Meskipun terdapat banyak jenis hewan yang dapat menghasilkan susu, hanya
beberapa hewan saja yang susunya dimanfaatkan untuk konsumsi manusia. Setelah
susu manusia (ASI), susu yang paling umum dikonsumsi manusia adalah susu sapi,
kambing/domba (Muchtadi, dkk., 2010).
Lemak
atau lipid terdapat di dalam susu dalam bentuk jutaan bola kecil yang bergaris
tengah antara 1-20 mikron dengan garis tengah rata-rata 3 mikron. Biasanya
terdapat kira-kira 1.000 x 106 butiran lemak dalam setiap ml susu.
Butiran-butiran ini mempunyai daerah permukaan yang luas dan hal tersebut
menyebabkan susu mudah dan cepat menyerap flavor asing. Butiran-butiran ini
mempertahankan keutuhannya, karena pertama tegangan permukaan yang disebabkan
oleh ukurannya yang kecil dan kedua karena adanya suatu lapisan tipis (membran)
yang membungkus butiran tersebut, yang terdiri dari protein dan fosfolipid.
Pembungkusan tipis ini mencegah butiran lemak untuk bergabung dan membentuk
butiran yang lebih besar. Kalau didiamkan, butiran-butiran lemak ini biasanya
akan muncul ke permukaan susu untuk membentuk lapisan/krim. Bila susu atau krim
diaduk secara mekanis, lapisan tipis sekeliling masing-masing butiran akan
pecah, sehingga butiran-butiran itu sekarang dapat bergabung membentuk masa
lemak yang terpisah dari bagian susu yang lain. Selain protein, vitamin A, zat
warna karoten, enzim-enzim tertentu seperti fosfatase,
fosfolipid seperti resitin, dan
sterol, kolesterol juta berada pada lapisan tipis lemak susu. Kira-kira 98-99%
dari lemak susu berbentuk trigliserida di mana tiga molekul asam lemak
diesterifikasikan terhadap gliserol. Monogliserida dan digliserida berisi satu
atau dua asam lemak yang dihubungkan pada gliserol dan jumlahnya di dalam susu,
dapat mencapai kira-kira 0,5% digliserida dan 0,04% monogliserida (Buckle,
dkk., 1985).
Susu adalah salah satu
dari beberapa makanan yang paling bergizi. Konstituen penting yang diberikan
(Beck, 1993):
1.
Protein, terutama kasein dan laktalbumin; protein
susu memberikan asam amino esensial dengan perbandingan yang sangat tepat bagi
pembangunan jaringan tubuh.
2.
Hidrat arang, dalam bentuk laksota dan gula susu.
3.
Lemak, dalam bentuk teremulsi halus.
4.
Kalsium dan fosfor, dalam keadaan yang mudah
diserap.
5.
Vitamin A, dalam jumlah yang banyak kalau sapi
perahnya memakan pakan ternak hijau yang kaya akan karoten.
6.
Vitamin B kompleks, khususnya riboflavin.
Mineral susu mengandung potasium,
kalsium, magnesium, klorida, fosfor, sulfur dalam jumlah yang relatif besar.
Besi, tembaga, aluminium, mangan kobalt dan yodium terdapat dalam jumlah kecil.
Silikon, boron, titanium, vanadium, rubidium, litium, strontium, terdapat dalam
jumlah yang sangat kecil. Unsur mineral membantu menaikkan suhu pada susu,
sangat penting hubungannya terhadap kestabilan susu terhadap panas (Muchtadi,
dkk., 2010).
Susu mengandung
bermacam-macam unsur yang sebagian besar terdiri dari zat makanan yang juga
diperlukan bagi pertumbuhan bakteri. Oleh karenanya, pertumbuhan bakteri dalam
susu sangat cepat, pada suhu yang sesuai (Buckle,
dkk., 1985).
Sebagai bahan pangan, susu dapat digunakan baik dalam bentuk aslinya
sebagai satu kesatuan, maupun dari bagian-bagiannya. Banyak sekali
problem-problem yang dihadapi dalam pengolahan, penyimpanan, dan penggunaan air
susu. Problem-problem tersebut dapat dipecahkan terutama bila kita mengetahui
secara mendalam susunan kimianya dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
perubahannya, mulai dari makanan sampai pada penanganan susu tersebut. Berdasarkan
hal tersebut di ini, perlu kiranya untuk mengetahui lebih mendalam tentang susu
mulai dari pemberian makanan, penanganan maupun komponen-komponen yang
terkandung di dalam susu, sehingga problema-problema tersebut dapat dipecahkan
(Muchtadi, dkk., 2010).
Faktor yang mempengaruhi rasa dan bau
susu abnormal antara lain yaitu (Muchtadi, dkk., 2010):
1.
Dari sapi itu sendiri,
terganggunya fisik maka rasa yang tidak disukai akan ikut ke dalam susu.
2.
Dari makanan yang
diberikan, bau tersebut diserap oleh darah dan ikut masuk ke dalam susu.
3.
Dari lingkungan akibat
membiarkan susu di udara terbuka.
4.
Dekomposisi unsur-unsur
susu akibat pertumbuhan bakteri mikro organisme lainnya, misalnya penguraian
laktosa menjadi asam laktat yang menyebabkan bau asam.
5.
Dari benda-benda asing
yang terdapat dalam susu seperti pemalsuan.
6.
Perubahan-perubahan
kimiawi yang berhubungan erat dengan oksidasi.
Setelah
pemerahan, susu akan mengalami perubahan fisik dan mikrobiologi, yang diikuti
dengan perubahan kimia (Muchtadi, dkk., 2010):
1.
Perubahan Fisik
Susu yang baru diperah mempunyai suhu
sekitar suhu tubuh/ambing. Setelah pemerahan, suhu susu berangsur-angsur turun
mendekati suhu kamar yang lebih rendah. Penurunan suhu ini mengakibatkan
konsistensi lemak susu menjadi lebih padat. Karena berat jenis lemak yang padat
lebih besar daripada lemak cair, maka berat jenis susu akan meningkat dari saat
pemerahan dan mencapai maksimum pada 12 jam sesudah pemerahan. Di samping itu,
meningkatnya berat jenis susu juga disebabkan oleh menguapnya gas-gas dari susu
seperti CO2 dan N2.
Perubahan
fisik lain yang dapat kita lihat adalah terbentuknya lapisan lemak atau krim di
permukaan susu. Globula-globula lemak bergerak ke permukaan dan membentuk suatu
lapisan. Lapisan lemak pada wadah-wadah yang besar dapat mencapai ketebalan 6-8
inci atau 15-20 cm.
2.
Perubahan Mikrobiologi
Susu
merupakan medium yang baik sekali bagi pertumbuhan mikroorganisme. Jika sesudah
pemerahan susu dibiarkan begitu saja tidak ditangani dengan baik (misalnya
dengan pendinginan/pemanasan), maka pertumbuhan mikroorganisme pada susu akan
cepat sekali, yang dapat mengakibatkan:
a.
Pengasaman dan
penggumpalan, yang disebabkan karena fermentasi lactose menjadi asam laktat
yang menyebabkan penurunan pH dan kemungkinan terjadinya penggumpalan casein.
b.
Berlendir seperti tali
yang disebabkan karena terjadinya pengentalan dan pembentukan lender sebagai
akibat pengeluaran bahan seperti kapsul dan bergetah oleh beberapa jenis
bakteri.
c.
Penggumpalan susu yang
timbul tanpa penurunan pH. Hal ini disebabkan oleh bakteri seperti Bacillus cereus yang menghasilkan enzim
yang mencerna lapisan tipis fosfolipid di sekitar butir-butir lemak dan dengan
demikian kemungkinan butir-butir lemak itu menyatu membentuk suatu gumpalan
yang timbul ke permukaan susu. Di samping itu, pertumbuhan mikroba pada susu
juga dapat menyebabkan bau busuk (hasil penguraian protein), ketengikan (hasil
penguraian lemak), pembentukan gas atau pembentukan pigmen.
3.
Perubahan Kimia
Perubahan
kimia susu sesudah pemerahan berhubungan erat dengan perubahan mikrobiologinya,
antara lain perubahan asiditas (pH), perubahan komposisi kimia, pembentukan
senyawa-senyawa volatil/sederhana serta perubahan potensial oksidasi-reduksi.
BAB
III
METODE
PERCOBAAN
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1
Jenis Susu
Alat yang
digunakan dalam percobaan ini adalah pipet tetes.
Adapun bahan yang digunakan dalam
percobaan ini adalah susu kental manis, susu pasteurisasi,
susu yoghurt, sabun (untuk mencuci),
dan tissu.
III.1.2 Kualitas Susu
1. Uji
Reduktase
Alat yang
digunakan dalam percobaan ini adalah penangas air, pengukur waktu, pipet 10 ml steril, pipet tetes 1 ml
steril, tabung reaksi, spatula, dan gelas kimia.
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini
adalah susu kental manis, susu pasteurisasi, larutan biru metilen, gabus
penutup tabung reaksi, sabun (untuk mencuci), dan tissu.
2.
Uji Alkohol
Alat yang
digunakan dalam percobaan ini adalah pipet tetes 2 ml steril dan tabung reaksi.
Bahan yang
digunakan dalam percobaan ini adalah susu kental manis, susu pasteurisasi, alkohol 50%, alkohol 70%, alkohol
96%, sabun (untuk mencuci), dan tissu.
III.1.3 Pengamatan Hasil Olahan Susu
Alat yang digunakan
dalam percobaan ini adalah cawan
petri, gelas kimia dan spatula.
Bahan yang
digunakan dalam percobaan ini adalah air, keju, susu bubuk, sabun (untuk mencuci), dan tissu.
III.2 Prosedur
Percobaan
III.2.1 Jenis Susu
1. Diamati
warna susunya.
2. Dicicipi
rasa susu tersebut.
3. Dicium
bau susunya.
4. Dicatat
hasil pengamatan.
III.2.1 Kualitas Susu
1.
Uji
Reduktase
1.
Dimasukkan 10 ml susu
pada tabung reaksi bertutup dan di tempatkan pada penangas air bersuhu 37˚C
selama 2 jam.
2.
Setelah susu suhu
stabil, dimasukkan larutan metilen biru pada tabung reaksi tersebut sebanyak 1
ml.
3.
Tabung reaksi ditutup
dan dibalik perlahan agar metilen biru tercampur rata.
4.
Waktu mulai dihitung
pada saat penambahan larutan metilen biru.
5. Apabila
4/5 bagian campuran sudah memucat atau warnanya lenyap, maka pengujian sudah
selesai dan waktunya dicatat.
2.
Uji
Alkohol
1. Dimasukkan
dalam tabung reaksi 2 ml susu dan 2 ml alkohol 50%, alkohol 70%, dan alkohol
96%.
2. Bila
susu terkoagulasi pada alkohol 50% berarti susu tersebut sudah rusak. Bila susu
terkoagulasi pada alkohol 70% berarti susu tersebut sudah mulai rusak dan bila
susu terkoagulasi pada alkohol 96% berarti susu tersebut masih baik.
III.2.3 Pengamatan
Hasil Olahan Susu
1. Dilakukan
pengujian secara organoleptik meliputi warna, bau, rasa, dan aroma.
2. Dikenali
tanda-tanda kerusakan dari hasil
olahan tersebut dan
dijelaskan
faktor-faktor penyebab terjadinya kerusakan pada produk olahan susu.
3. Diuji
secara subyektif hasil pengenceran susu bubuk sesuai dengan takaran yang
tercantum pada daftar.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Percobaan
IV.1.1 Tabel Pengamatan
IV.1.1.1 Pengamatan Jenis Susu
Sampel
|
Warna
|
Rasa
|
Bau
|
Susu pasteurisasi
|
Krem muda
|
Tawar, gurih
|
Khas bau susu
|
Susu kental manis
|
Kuning muda
|
Manis
|
Manis khas bau susu
|
IV.1.1.2
Kualitas Susu
1.
Uji Reduktase
Sampel
|
Hasil pengamatan
|
Susu kental manis
|
Berubah
jadi putih di atas 8 jam
|
Susu pasteurisasi
|
Berubah
jadi putih di atas 8 jam
|
2.
Uji Alkohol
Sampel
|
Hasil pengamatan
|
||
Alkohol 50%
|
Alkohol 70%
|
Alkohol 96%
|
|
Susu kental
|
-
|
-
|
Terkoagulasi
|
Susu pasteurisasi
|
-
|
-
|
Terkoagulasi
|
IV.1.1.3
Pengamatan Hasil Olahan Susu
1. Pengujian Secara Organoleptik
Sampel
|
Warna
|
Rasa
|
Bau
|
Keju
|
Kuning muda
|
Asin gurih
|
Khas keju
|
Susu bubuk
|
Kuning muda
|
Manis gurih
|
Khas susu
|
Yoghurt
|
Putih tulang
|
Kecut manis
|
Agak asam
|
2. Uji Kerusakan
Sampel
|
Hasil pengamatan
|
Keju
|
Tersegel
|
Susu bubuk
|
Tersegel
|
Yoghurt
|
Tersegel
|
3.
Uji Secara Subjektif
Sampel
|
Takaran
(gr)
|
Air (ml)
|
Berat susu (gr)
|
Hasil pengamatan
|
||
Warna
|
Rasa
|
Bau
|
||||
Susu bubuk
|
27
|
185
|
198,81
|
Putih tulang
|
Agak gurih
|
Khas susu
|
IV.1.2 Gambar Hasil
IV.1.2.1 Jenis Susu
Susu
kental manis & Pasteuriasasi
|
Susu Pasteurisasi
|
Susu Kental manis
|
IV.1.2.2 Kualitas Susu
1.
Uji
Redukatase
2.
Uji
Alkohol
IV.1.2.3 Hasil Olahan
Susu
bubuk
|
Keju
|
Yoghurt
|
Susu
bubuk yang diencerkan sesuai takaran pada kemasan
|
Tersegel:
tidak ada tanda kerusakan
|
IV.2 Pembahasan
IV.2.1 Uji Pengamatan Jenis Susu
Pada percobaan ini dilakukan pengamatan
terhadap sifat organoleptik dari susu yakni dengan mengamati warna, rasa, dan
baunya. Dari sifat ini kita bisa mengetahui jenis susu yang diamati. Dimana
diperoleh data bahwa susu pasteurisasi berwarna krem muda, rasanya tawar dan
gurih, dan baunya khas susu. Sedangkan susu kental manis berwarna kuning muda,
rasanya manis serta berbau manis khas susu.
Menurut teori
yang ada, warna susu berkisar dari putih kebiruan sampai kuning keemasan,
bergantung jenis hewan, pakan dan jumlah lemak/padatan dalam susu. Dalam jumlah
besar, susu tampak keruh (opaque).
Dalam bentuk lapisan tipis, susu tampak sedikit transparan. Susu dengan kadar
lemak rendah atau susu yang sudah dipisahkan lemaknya berwarna kebiru-biruan.
Warna putih susu
merupakan refleksi cahaya oleh globula lemak, kalsium kaseinat, dan koloid
fosfat. Karoten adalah pigmen yang menyebabkan warna kuning susu. Karoten susu
berasal dari pakan kehijauan. Ketajaman warna karoten tergantung dari jumlah
pigmen dalam darah yang disekresi bersama-sama susu. Karoten yang terdapat
dalam susu, secara kimia identik dengan yang terdapat pada tanaman.
Warna kuning
susu sangat dipengaruhi oleh pakan. Pakan yang tinggi kadar karotennya, misalnya
wortel dan hijauan menyebabkan warna susu lebih kuning dari pada pakan jagung
putih atau oat yang berkadar karoten rendah.
Pigmen lain yang
terdapat dalam susu adalah laktorom atau ribovlafin. Pigmen ini terlarut dalam
susu, tetapi hanya tampak pada bagian whey
dan menyebabkan warna kehijauan. Dalam susu yang normal, warna ribovlafin
tertutup oleh komponen yang lain.
Susu segar dan normal berasa agak manis
dan mempunyai aroma yang spesifik. Aroma susu lenyap jika susu didiamkan
beberapa jam atau susu didinginkan. Citarasa susu berhubungan dengan kandungan
laktosa tinggi dan kadar klorida relatif rendah. Susu dengan kandungan laktosa
rendah tetapi kadar klorida tinggi menyebabkan citarasa susu menjadi asin. Susu
sapi yang dihasilkan pada akhir masa laktasi biasanya berasa asin.
IV.2.2
Uji Pengamatan Kualitas Susu
Pada pengamatan ini yakni menguji
kualitas susu. Dimana dalam pengujian ini kita menggunakan dua jenis uji yakni
uji reduktase dan uji alkohol.
1.
Uji
Reduktase
Pada percobaan ini, ingin diketahui mutu
susu secara obyektif dengan penambahan
larutan biru metilen. Uji ini dikenal juga sebagai reduksi biru metilen (Methylen Reduction Test). Penggunaan uji
ini adalah untuk menilai mutu susu berdasarkan jumlah bakteri dalam susu. Dalam
uji ini, digunakan metilen yang menjadi tidak berwarna karena direduksi oleh
enzim reduktase.
Pada uji reduktase susu pasteurisasi dan
susu ketal manis diperoleh hasil bahwa susu pasteurisasi dan susu kental manis
berubah menjadi warna putih setelah di atas 8 jam.
Menurut teori yang ada, jika waktu yang
diperlukan susu yang telah tercampur dengan biru metilen berubah menjadi putih
lebih dari 8 jam, maka mutu susu sangat baik, dengan rata-rata jumlah bakteri
yakni kurang dari 500.000 per ml susu. Jika mutu susu baik, maka ia memerlukan
setidaknya 6-8 jam untuk menjadi putih (setelah tercampur dengan larutan biru
metilen), dengan rata-rata jumlah bakteri sekitar 1 juta-4 juta per ml
susu.
Apabila mutu susu agak baik, maka waktu
yang diperlukan untuk berubah menjadi putih setelah dicampurkan dengan larutan
biru metilen kira-kira 2-6 jam, di mana rata-rata jumlah bakteri pada susu
tersebut ialah 4 juta-20 juta setiap ml-nya. Sedangkan jika mutu susu sudah
jelek, maka ia hanya memerlukan waktu kurang dari 2 jam untuk berubah menjadi
putih (setelah dicampur dengan larutan biru metilen), dengan rata-rata jumlah
bakteri lebih dari 20 juta per ml susu.
Berdasarkan pemaparan teori di atas,
dapat kita simpulkan bahwa kualitas susu yang di amati dari hasil uji reduktase
keduanya masih segar yang di tandai dengan waktu yang dibutuhkan susu
pasteurisasi dan susu kental manis unntuk berubah menjadi warna putih dengan
penambahan metilen biru di atas 8 jam.
2.
Uji
Alkohol
Pada percobaan ini, ingin diketahui mutu
susu secara obyektif dengan penambahan alkohol dengan konsentrasi yang
berbeda-beda terhadap beberapa sampel yang sama.
Pada uji alkohol susu kental manis dan
susu pasteurisasi tidak terkoagulasi saat penambahan alkohol 50% dan 70%, susu
kental manis dan susu pateurisasi terkoagulasi atau mengalami penggumpalan saat
penambahan alkohol 96%.
Menurut teori yang ada, susu yang
mengandung lebih dari 0,21% asam atau kalsium dan magnesium dalam jumlah
tinggi, akan terkoagulasi dengan penambahan alkohol. Kenyataan ini menjadi
dasar uji alkohol untuk menentukan kualitas susu. Koagulasi susu oleh alkohol
juga disebabkan oleh faktor lain, misalnya adanya penyakit pada ambing, kolostrum,
dan ranin yang dihasilkan oleh mikroba.
Berdasarkan paparan teori di atas dapat
kita simpulkan bahwa pada pengamatan kualitas susu dengan uji alkohol ini
mutu susu yang
digunakan masih sangat baik.
IV.2.3
Pengamatan Hasil Olahan Susu
Pada pengamatan ini dilakukan pengamatan
secara organoleptik pada hasil olahan susu meliputi warna, bau, dan rasa,
tanda-tanda kerusakannya dan pengamatan secara subjektif dengan melihat berat
susu, warna, rasa dan aroma setelah dicampurkan kedalam air. Adapun hasil
olahan susu yang diamati ialah keju, susu bubuk dan yoghurt.
1.
Pengamatan
Secara Organoleptik
Pada pengamatan hasil olahan susu pada
keju terlihat bahwa warna keju kuning muda, rasanya asin gurih, dan baunya khas
keju, pada susu bubuk warnanya kuning muda, rasanya manis gurih dan baunyakhas
susu, sedangkan pada yoghurt warnanya putih tulang, rasanya kecut manis dan
baunya agak asam.
Banyak pigmen yang terdapat dalam susu
diantaranya pigmen karoten, globulin,
riboflavin, dan laktoran. Pigmen- pigmen ini menentukan warna susu.
Dimana warna putih pada susu merupakan refleksi cahaya oleh globulin, lemak,
kalsium, kaseinat, dan kolid fosfat. Karoten sendiri adalah pigmen yang
menyebabkan warna kuning pada susu. Sedangkan pigmen laktoran dan riboflavin
adalah pigmen yang larut dalam susu tetapi hanya nampak pada bagian whey dan menyebabkan warna kehijauan. Dimana dalam susu
normal, warna riboflavin tertutup komponen lainnya.
2.
Uji
Kerusakan
Pada pengamatan tanda-tanda kerusakan
pada pengamatan hasil olahan susu, diperoleh hasil bahwa semua hasil olahan
susu yang diamati dalam keadaan baik karena semuanya masih tersegel.
3.
Pengamatan
Secara Subjektif
Pada pengamatan secara subjektif
terhadap hasil olahan susu diperoleh hasil bahwa susu bubuk yang dijadikan
sampel disini takarannya 27 gr, air 185 ml, berat susu 198,81 gram dan warnanya
putih tulang, rasanya agak gurih dan baunya khas bau susu.
BAB
V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari percobaan ini adalah:
1.
Pada pengamatan jenis
susu, terlihat susu berasal dari hewan sapi, dimana pada warna berwarna krem
dan kuning muda, dengan rasa tawar, gurih pada susus pasteurisasi dan manis pada
susu kental manis dan beraroma khas susu. Dari hal tersebut dapat diketahui
bahwa pada susu yang diamati mengandung lemak yang cukup tinggi.
2.
Pada pengamatan
kualitas susu, yakni pada uji reduktase dengan menggunakan larutan biru metilen
terlihat bahwa susu menjadi putih pada waktu sekitar 8
jam yang menandakan mutu susu masih
bagus. Pada uji alkohol, dengan menggunakan susu kental manis dan susu
pasteurisasi serta alkohol 50%, 70%, dan 96% hasil yang didapatkan
yaitu pada susu kental manis dan susu pasteurisasi terkoagulasi pada alkohol
96% yang menandakan kualitas kedua jenis susu ini masih dalam keadaan baik.
3.
Pada hasil olahan susu
pada keju, susu bubuk dan yoghurt terlihat bahwa pada pengamatan organoleptik, keju
dan susu bubuk memiliki kemiripan dalam warna dan aroma karena keduanya dari
jenis hewan yang sama, yakni dari susu sapi, pada yoghurt warnanya putih
tulang, aromanya agak asam. Sedangkan pada rasa, susu lebih manis, keju lebih
terasa asin dan yoghurt kecut manis. Kemudian pada keju, susu bubuk dan yoghurt
juga tidak terdapat tanda-tanda kerusakan yang menandakan bahwa keju, yoghurt
dan susu bubuk tersebut masih dalam keadaan baik untuk dikonsumsi karena semuanya
masih tersegel. Sedangkan pada pengamatan secara subjektif pada hasil olahan
susu diperoleh hasil bahwa susu bubuk yang dijadikan sampel disini takarannya
27 gr, air 185 ml, berat susu 198,81 gram dan warnanya
putih tulang, rasanya agak
gurih dan baunya khas
bau susu.
V.2 Saran
1.
Untuk
Praktikum
Sebaiknya alat di lengkapi lebih dari
satu, agar praktikan tidak antri untuk menggunakan alat.
2.
Untuk
Laboratorium
Ruangan yang digunakan terlalu sempit
untuk melakukan percobaan semua kelompok, sehingga diperlukan ruangan yang
lebih besar atau dipisahkan perkelompok satu ruangan. Keran air juga sebaiknya
sesegera mungkin diperbaiki agar praktikan tidak kesulitan saat ingin
membersihkan alat.
DAFTAR
PUSTAKA
Beck, Mary E. 1993. Ilmu Gizi dan Diet. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica.
Buckle, K.A., dkk. 1985. Ilmu Pangan. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Khosman, Ali, Prof. Dr. Ir. 2004. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Muchtadi, Tien R. Prof. Dr. Ir. M.S, dkk. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor:
Alfabeta, CV.
Sirajuddin, Saifuddin. Dr. MS, dkk. 2012. Pedoman Praktikum Analisis Bahan Makanan. Makassar:
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar