Prevalensi Malnutrisi di Indonesia Tinggi
Makassar, KM – Berdasarkan penelitian yang
dilakukan di berbagai rumah sakit diIndonesia, prevalensi malnutrisi
masih tergolong tinggi. Di Rumah Sakit Ciptomangunkusumo Jakarta
berdasarkan penelitian tahun 2005 mencatat prevalensi malnutrisi sebesar
40%-60% pasien digestif menderita malnutrisi.
Guru Besar Gizi Klinik Unhas Prof.Dr.dr.Nurpudji Astuti Taslim, MPH,
Sp.GK Kamis (9/2) mengatakan, pada laporan hasil penelitian lain yang
dilaksanakan pada tahun 2007, menggunakan parameter Subjective Global
Assesment (SGA), suatu metode survei tepat untuk melihat risiko pasien
menderita malnutrisi selama perawatan, Indeks Massa Tubuh (IMT),
hemoglobin, hematokrit dan albumin ditemukan prevalensi sebesar 52%,
15%, 55%, 26%, dan 93%.
“Penelitian lainnya di Rumah Sakit Gatotsubroto (2007) dan Rumah
Sakit Wahidin Sudirohusodo (2008) masing-masing ditemukan data 41,42%
dan 68% pasien malnutrisi,” ujar Prof.Nurpudji Astuti Taslim.
Menurut dia, tingginya angka malnutrisi di rumah sakit tentu saja
harus disikapi secara cepat dan tepat mengingat dampak negatif yang
ditimbulkan. Dukungan terapi gizi yang adekuat menjadi mutlak perlu.
“Namun sayangnya, tidak banyak rumah sakit yang memiliki tim terapi
gizi. Data yang diperlihatkan itu menjadi indikasi pentingnya membekali
tenaga medis, khususnya dokter dengan keterampilan melakukan skrining
dan terapi gizi yang diperlukan oleh pasien,” Nurpudji Taslim
menambahkan.
Terapi gizi, sebut aktivis mahasiswa Unhas 70-an ini, tidak hanya
sebatas penyediaan makanan bagi pasien, yang pada kenyataannya
seringkali tidak dapat dikonsumsi pasien tersebut karena berbagai sebab,
namun mencakup berbagai intervensi yang dapat mengatasi masalah akibat
buruknya saluran cairan cerna atau komplikasi lainnya.
Nurpudji mengatakan, perkembangan ilmu gizi klinis yang sangat besar
akhir-akhir ini, telah menempatkan gizi dalam arus utama terapi pasien
di rumah sakit, sehingga dukungan terapi gizi sudah sepatutnya juga
menjadi perhatian penentu kebijakan, dalam hal ini pemerintah daerah,
agar pelayanan medis yang diterima masyarakat menjadi paripurna dan
dapat meringankan sistem pembiayaan kesehatan pemerintah
daerah melalui berkurangnya waktu rawat pasien.
daerah melalui berkurangnya waktu rawat pasien.
Sehubungan dengan masalah gizi ini, Nurpudji menjelaskan, Perhimpunan
Dokter Gizi Klinik Indonesia (PDGKI) Pusat bekerja sama dengan PDGKI
Cabang Sulawesi Selatan dan Staf Medik Fungsional (SMF) Ilmu Gizi Klinik
Rumah Sakit Universitas Hasanuddin menggelar simposium bertaraf
internasional 2 dan 3 Maret 2012 di Hotel Grand Clarion Makassar. Acara
yang bertajuk On The First Makassar Annual Meeting on Clinical Nutrition
Comprehensive Management of Nutritional Care in Clinik Setting itu akan
dibuka Wakil Menteri Kesehatan Prof.dr.Ali Gufron Mukti, M.Sc.,Ph.D.
Wamenkes selain membuka pertemuan internasional itu, juga akan
menjadi pembicara kunci (keynote speaker) membahas “Peran Pemerintah
dalam Mengatasi Malnutrisi di Rumah Sakit”. Oleh sebab itu, diharapkan acara ini dapat dihadiri oleh para kepala dinas kesehatan provinsi, kabupaten/kota di Sulawesi Selatan, Barat, Tengah, dan Tenggara, para direktur rumah sakit daerah, dokter dengan berbagai latarbelakang spesialisasi, praktizi gizi komunitas, dan mahasiswa yang kelak menjadi garda terdepan dalam menanggulangi masalah gizi di rumah sakit dan masyarakat.
dalam Mengatasi Malnutrisi di Rumah Sakit”. Oleh sebab itu, diharapkan acara ini dapat dihadiri oleh para kepala dinas kesehatan provinsi, kabupaten/kota di Sulawesi Selatan, Barat, Tengah, dan Tenggara, para direktur rumah sakit daerah, dokter dengan berbagai latarbelakang spesialisasi, praktizi gizi komunitas, dan mahasiswa yang kelak menjadi garda terdepan dalam menanggulangi masalah gizi di rumah sakit dan masyarakat.
“Pada akhir simposium para peserta akan memperoleh penjelasan yang
komprehensif mengenai penatalaksanaan terbaru masalah gizi di rumah
sakit serta sistem pembiayaan dan pelayanan terpadu pasien di rumah
sakit yang pada akhirnya dapat menurunkan lama rawat inap, operational
cost (biaya operasional) rumah sakit serta biaya yang harus dikeluarkan
oleh pihak keluarga pasien,” papar Nurpudji Taslim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar